Selasa, 22 Maret 2011

PENGORBANAN WANITA

Sebuah upaya menghindarkan wanita menjadi korban
Secara biologis wanita tercipta berbeda dengan kaum adam yang identik dengan keperkasaan dan keberanian. Naluri wanita yang lemah lembut, penakut, penuh perasaan sering menjadi identitas abadi bagi mereka. Tidak aneh jika kita menemui seorang gadis, takut tinggal dirumah sendirian walaupun matahari bersinar terang. Namun disisi lain tak dapat kita pungkiri telah banyak pejuang dan pahlawan wanita yang tercatat sejarah, baik pahlawan dalam membela agama maupun pahlawan kusuma bangsa. Perjuangan wanita belakangan juga sering kita temui di lingkungan kita, yang tidak bisa digolongkan dalam kategori kepahlawanan. Seperti seorang wanita yang bekerja untuk menambah penghasilan suami, dan sekaligus merangkap sebagai ibu rumah tangga, mengatur urusan dalam negeri rumahnya, atau seorang ibu yang merangkap sebagai ayah (single parent).
Dalam kontek kekinian pengorbanan wanita tidak identik lagi dengan angkat senjata, berani naik pohon kelapa, atau manjat genting guna membetulkan kebocoran rumah, pengorbanan wanita lebih terfokus pada kesiapan mental dan kematangan pribadinya dalam menjalani fase-fase kehidupan yang dilewatinya.
Pengorbanan seorang perempuan telah terasa semenjak mereka kanak-kanak. Dia mulai tidak bebas lagi bermain dengan pemetakan yang sering terlontar diantara sesama temannya. Ini ditandai dengan mulai muncul tanda kewanitaan. Saat ini peran seorang pendidik berpengaruh besar memberikan dorongan dan pengertian agar anak berani menghadapi tantangan hidup yang baru saja ditemuinya. Di fase inilah seorang anak perempuan memulai pengorbanan awalnya.
Pengorbanan seorang gadis yang sudah mulai tumbuh dewasa semakin berat dibanding fase sebelumnya. Karena si gadis sudah mulai terlihat matang secara fisik dan psykis, si gadis mulai menarik perhatian orang sekitarnya. Maka dari itu, seorang gadis muslimah harus rela berkorban untuk menutup auratnya, membungkus seluruh tubuhnya guna menyelamatkan dirinya dari pandangan liar yang tertuju padanya.
Pengorbanan seorang gadis tidaklah cukup hanya menutup aurat, seorang gadis pun harus mampu menjaga pergaulan dan pola hidup keseharian. Berbeda dengan anak laki-laki, seorang gadis akan dinilai negative oleh lingkungannya jika dia sering keluar malam, atau bergurau secara berlebihan di depan umum. Seorang gadis juga akan digunjing oleh lingkungannya jika dia berdandan secara berlebihan.
Kematangan pribadi wanita sangat urgen untuk memasukai fase berikutnya yang lebih berisiko, yaitu fase rumah tangga. Pribadi wanita yang labil dan rapuh serta penakut sangat berpengaruh terhadap perjalanan bahtera rumah tangga keluarganya. Apa yang terjadi jika seorang suami didampingi wanita labil yang tidak memiliki pendirian dalam mempertahankan prinsip-prinsip hidupnya.
Sebagai seorang istri, diantara pengorbanan yang harus direlakan adalah tidak menghalangi tugas-tugas suami apalagi menghambatnya. Karena selain sebagai kepala rumah tangga yang harus mencari nafkah untuk keluarga, seorang suami juga punya tanggung jawab social di lingkungan masyarakat tempat dia tinggal yang sama-sama pentingnya. Sebagai seorang istri tidak sepantasnya menghalangi suami mengulurkan tangan memberikan kontribusi demi terwujudnya lingkungan masyarakat yang harmonis dan sejahtera.
Tapi wanita kuat adalah wanita pemberani yang berbekal kematangan pribadi dan mental yang siap berkorban untuk membantu pasangannya ketika dibutuhkan.
Seperti seorang sahabat yang bernama Ummu Salamah yang rela berkorban untuk berpisah dengan suami dan anaknya untuk hijrah demi kemulyaan agama Islam, walupun secara naluriah kewanitaannya dia tetap menangis selama satu tahun sampai akhirnya bertemu lagi dengan suaminya.
Dalam era globalisasi, modernisasi, dan westernisasi ini tuntutan terhadap pengorbanan wanita lebih besar dari era-era sebelumnya. Pengorbanan ini antara lain berupa upaya menahan diri untuk tidak tergiur dengan berbagai peran yang disodorkan kepada wanita dengan jargon emansipasi dan persamaan hak. Bukan tidak sepakat dengan kesamaan hak lelaki dan wanita sebagai hamba Allah di muka bumi, namun agama dalam hal ini telah mengatur peran sesuai dengan kondisi fisik dan biologis yang diciptakan.
Atas nama persamaan hak, seorang wanita bisa jadi menuntut untuk diberi peran-peran strategis yang dapat diperankannya tanpa menghilangkan fungsi dan tugas-tugas sebagai seorang wanita, istri dan ibu rumah tangga. Tapi pada saat yang sama pihak lain juga mengatasnamakan persamaan hak dan kewajiban, mempekerjakan wanita pada pos-pos yang jauh dari kebiasaan dan tabiat wanita.
Untuk itu kaum wanita dituntut untuk menahan diri dalam menggunakan senjata emansipasi dan kesamaan hak antara wanita dan laki-laki, karena ada pihak-pihak yang sengaja menghembuskan issu tersebut untuk mengeruk keuntungan dalam bentuk eksploitasi wanita dan pemberian peran kepada wanita yang tidak sesuai dan bahkan merusak moral serta tatanan kehidupan bermasyarakat, dengan dalih persamaan hak dan emansipasi wanita.
Di tengah maraknya kesadaran ber-Islam saat ini, kita saksikan di sana-sini simbol-simbol Islam bermunculan, dipajang dan dipublikasikan sedemikian rupa. Namun, pihak-pihak yang tidak senang kepada kemajuan masyarakat Muslim ini, secara terang-terangan juga melakukan upaya resistensi menghadirkan usaha tandingan dengan tetap maraknya media-media amoral dan pendirian tempat-tempat hiburan melenakan.
Untuk itu, melatih anak perempuan untuk mau berkorban lebih dini, akan memberikan bekal kekuatan dan kesadaran tinggi dalam mengarungi masa-masa hidup selanjutnya. Melatih anak perempuan untuk berkorban perasaan dengan tidak mengikuti mode dan gaya hidup menyesatkan sejak kecil, akan lebih mudah membinanya ketika mereka beranjak dewasa dan pada usia-usia rentan fitnah dan cobaan.
Pengorbanan ini juga berlaku bagi kaum adam sebab pelaku destruktif moral juga muncul dari dominasi tangan laki-laki. Penulis sepakat bahwa banyak kaum wanita menjadi korban kebiadaban lelaki, jadi tidak fair jika hanya wanita yang dituntut untuk selalu menahan diri dan menjaga diri. Hanya saja bentuk perngerbonan bagi kaum adam berbeda dengan wanita, dan bukan disini tempatnya membicarakan pengorbanan itu (kaum adam).
Dalam paparan singkat ini, penulis ingin mengangkat pentingnya pengorbanan wanita agar tidak menjadi korban kekerasan fisik maupun psykis pihak lain, baik kaum lelaki maupun wanita itu sendiri. Berapa banyak wanita menjadi korban, yang menyebabkan ketidakrelaan mereka untuk sedikit berkorban demi dirinya sendiri. Berapa banyak wanita menjadi korban kekerasan kehidupan kota, karena tidak mau berkorban dengan cara menahan diri hidup di kampung, atau mencari cara yang tepat untuk hidup di kota. Berapa banyak wanita menjadi korban pelecehan seksual, karena mereka tidak mau berkorban sedikit dengan merelakan menutup aurat secara tepat atau merubah pola pergaulan, atau bepergian dengan pengiring yang aman. Dan contoh lain masih banyak.
Di sini pengorbanan wanita menjadi sangat urgen, demi keselamatan diri mereka agar tidak melulu menjadi korban. Berkorbanlah sebelum Anda menjadi korban!.(Atiqoh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar