Sabtu, 26 Februari 2011

Margaretha Noni Hotma Dame Siallagan - Masih Lajang Jadi Relawan KB


Dididik dalam keluarga sederhana. Nasihat, dan pengalaman hidup membuatnya jauh dari kemewahan laiknya remaja lain.

Margaretha Noni Hotma Dame Siallagan (21) mengenal organisasi sejak masih remaja. Sekarang gadis yang akrab disapa Noni itu aktif di sejumlah organisasi yang membuat dirinya melayani sekaligus belajar.
Salah satu organisasi yang diikutinya adalah Koperasi Perempuan Nuansa Mandiri (KPNM). Gadis kelahiran Pematang Siantar, Sumetera Utara ini menjadi relawan penyuluhan KB dan kesehatan reproduksi, khususnya kepada ibu–ibu. Namun, Noni hanya bergerak dalam tataran menggerakkan dan menyadarkan masyarakat, bukan pada tahapan medisnya. “Saya hanya fasilitator dalam kegiatan itu, saya memiliki keterbatasan kapasitas tentang bidang itu,” ujar mahasiswi S2
Magister Lingkungan UNDIP, beasiswa DIKTI ini. “Ada tim khusus dari PKBI ( Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia), Jawa Tengah yang akan melakukan tahapan tersebut.”
Penyuluhan ini tidak dilakukan setiap hari tapi tergantung kebutuhan pelaksana KB. Sementara diskusi dengan ibu–ibu tentang permasalahan kesehatan reproduksi digelar dua bulan sekali.
MENEMUKAN TALENTA MENEMUKAN KASIH
Awalnya Nonik hanya sebagai penerjemah untuk relawan asing. Namun, karena sering mengikuti kegiatan di sana dan semakin mengerti tentang permasalahan wanita, Noni mulai terlibat di dalamnya. Berbagai problema rumah tangga yang mereka ceritakan membuat Noni prihatin khususnya melihat perempuan dari latar belakang keluarga tidak mampu.
”Saya bukan seorang feminis atau wanita yang melawan ketidakadilan gender. Dengan cara sederhana, melalui program PITAKU, saya dan teman– teman berupaya menyadarkan bahwa KB bukan hanya untuk perempuan. Bapak-bapak pun juga bisa ber-KB,” ceritanya penuh semangat. ”Stereotipe itu sangat sulit dihilangkan, tetapi saya percaya, dalam perencanaan keluarga yang baik harus melibatkan kedua belah pihak yakni Ayah dan Ibu.”
Setiap kali melakukan pendampingan ataupun work camp, dan penyuluhan. Noni menemukan kesembuhan secara batiniah. Melihat senyum itu, keluhan yang tiada habis, seakan membuat hatinya lirih. Semua tekanan–tekanan dan beban terasa hilang. “Aku menemukan diriku semakin kuat dan matang, bahkan lebih matang dibanding teman seusiaku,” sahutnya tersenyum bangga.
”Aku melihat hatiku menjadi lebih lembut dan sensitif. Apalagi aku merasakan berkat Tuhan dalam hidupku semakin luar biasa setiap saat dan tidak ada yang bisa membeli sukacita yang aku rasakan sekarang ini,” cerita umat paroki St. Paulus Sendangguwo ini.
Sebelum aktif di sejumlah organisasi, Noni hanyalah seorang mahasiswi biasa yang berkarya dan berteori di kampus. Banyak hal yang dipelajari gadis pehobi musik klasik ini. Tidak hanya kemampuan berbahasa Inggris, melainkan juga culture understanding (pertukaran budaya), jaringan kerja internasional, berbagai realita kehidupan, serta profesionalisme kerja.
MIMPI SI KECIL
Semakin lama, Noni mencintai pelayanan itu. Noni tidak mendapatkan apa-apa. Rugi waktu, rugi tenaga, dan rugi pikiran. Noni dituntut berkarya, sementara masih punya tanggung jawab kuliah, organisasi di kampus, serta tantangan orangtua dan pacar.
Noni bersyukur mengetahui talenta yang Tuhan berikan. ”Jadi jika sejak awal saya sudah mulai berkarya, ke depannya saya berharap akan ada banyak karya saya yang dapat dinikmati orang lain,” ungkap perempuan yang sejak kecil mengimpikan berkarya di salah satu badan di bawah PBB.
Sumber: Majalah Bahana, Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar