Sabtu, 26 Februari 2011

Menjadi guru tanpa bayaran selama 35 tahun

USIANYA sudah mulai beranjak 70 tahun. Tapi semangatnya untuk mengajar ngaji tidak pupus, meski tidak meminta imbalan atau bayaran. Kegiatannya sebagai guru ngaji gratisan ini sudah dilakoninya sejak 35 tahun yang lalu. Dialah Solihah BA. Sosok wanita yang lembut dan penuh kasih sayang. Meski bukan guru komersial, tapi ia mampu mendidik empat orang anaknya, hingga selesai ke perguruan tinggi. Bahkan dua diantaranya sempat sekolah di luar negeri. Dan anak sulungnya, berhasil menyelesaikan S2 dan S3-nya di luar negeri. Itu semua atas izin Allah. Kalau bukan pertolongan Allah, mana mungkin Solihah mampu membiayai anaknya sekolah ke luar negeri. Kini semua anaknya, sudah berkeluarga dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Dua orang menjadi dosen, satu PNS, dan satu orang lagi di perusahaan swasta. Bagaimana Solihah menjalani kehidupannya sehari-hari, dengan pengabdian yang penuh ikhlas, demi mengajarkan ilmu Allah SWT ?.

Pagi itu (22/4/2008) sekitar pukul 08.30 WIB cuaca Kota Jambi cerah. Penulis mencoba menyambangi rumah Solihah, guru yang dulu pernah mengajarkan penulis mengaji.
Letak rumah Solihah diujung lorong Kas RT 07, No 30 Jalan Singadikane, Kelurahan Sungai Putri, Kecamatan Telanaipura. Saat penulis datang, pintu bagian samping belakang rumah permanen yang sangat sederhana itu terlihat terbuka. Dari dalam rumah terdengar suara anak kecil mengaji. Sementara beberapa anak kecil lainnya berusia kisaran 6-7 tahun, duduk disamping sebelah kanan guru sambil membuka Qur’an kecil (Iqro). Mereka duduk diatas lantai ubin yang hanya dialasi dengan karpet seadanya. Ruangan tempat Solihah mengajar itupun tidak terlalu besar, sekitar 4×4 meter. Disamping ruangan ia mengajar terdapat meja makan yang disampingnya ada dapur dan kamar mandi.
Sementara sebagian murid lainnya terlihat bermain dihalaman yang dipenuhi dengan bunga dan pepohonan yang rindang, sambil menunggu antrian mengaji. Dan sebagian lagi duduk bersama orang tuanya yang menunggu didepan rumah.
Satu persatu murid Solihah terus berdatangan. Mereka rata-rata ditemani oleh orang tuanya, dengan menggunakan pakaian olahraga sekolah dasar (SD). Mereka yang sudah ngaji bergegas pulang dan langsung melanjutkan ke sekolah formal tempat ia belajar.
‘’Jika anak saya sekolah masuk siang, dia ngajinya pagi begitu juga sebaliknya,’’terang Edi, salah seorang orang tua murid ngaji Solihah, yang disambangi penulis, seraya mengaku sedang menunggu dua orang anaknya yang sedang belajar ngaji. ‘’Dan dulunya anak saya yang pertama juga ngaji disini. Tapi sekarang dia sudah SMP,’’timpalnya.
Meski dua orang anaknya belajar ngaji, namun ia mengaku tidak pernah dimintai duit oleh sang guru ngaji tersebut. ‘’Tapi kita lah yang mengerti. Kadang-kadang dua bulan sekali kami kasih uang. Yah, sekitar 50 ribu untuk dua anak,’’kata pria berkumis yang mengaku tinggal di Jalan Slamet Riyadi ini.
Menjelang pukul 10.00 WIB murid-murid yang rata-rata masih duduk dibangku kelas 1 SD itu selesai semua mengaji. Penulis berkesempatan untuk menghampiri Solihah. Setelah menyampaikan maksud kedatangan, Solihah pun mulai bercerita.
‘’Saat ini yang paling sulit mengajarkan akhlak anak-anak. Beda dengan dulu. Dan sekarang kepintarannya juga menurun, tidak seperti dulu,’’kata sarjana muda IAIN Sunan Kali Jaga ini.
Ibu empat orang anak ini mengaku tidak pernah mengeluh dengan anak muridnya, meski tidak meminta bayaran. Solihah yang pernah menjadi PNS dan mengajar di SMU Muhamadiyah Surakarta ini, mengaku apa yang dilakukannya merupakan pendidikan dari orang tuanya.
‘’Bapak (orang tuanya,red) dulu juga ngajar ngaji. Yah, ulama gitu. Bahkan, kalau tanggal muda, bapak yang memberi jajan kepada murid-muridnya,’’kenang Solihah.
Tapi apa yang terjadi pada orang tuanya dulu, tidak sepenuhnya sama dengan dirinya. ‘’Sekarang, orang tua murid banyak yang maksa ngasih duit kepada saya. Kadang-kadang saya tolak. Terlebih bagi mereka yang memang orang tuanya tidak mampu. Tapi, saya takut mereka tersinggung, jadi yahhh.. tetap saya ambil,’’sebut Solihah, dengan suara yang halus.
Belum saja 15 menit penulis bercerita, segerombolan anak-anak kecil, yang masih berpakaian sekolah berlari-lari masuk keruang sambil membawa tas. ‘’Assalamualaikum,’’kata anak-anak kecil itu, sembari menyalami wanita berkerudung coklat muda ini. Mereka pun bergegas mengeluarkan kain dan buku Iqro didalam tas mereka masing-masing dan langsung memilih tempat duduk yang sudah ada bangku kecil memanjang, untuk meletakkan Qur’an. Bangku panjang itu terbuat dari papan dan tidak di cat, tapi terlihat bersih.
Yang pertama masuk, langsung belajar ngaji. Anak-anak yang rata-rata kelas 2 SD itu terlihat semangat. Meski tubuh mereka penuh dengan keringat, karena berlari, berlomba-lomba untuk cepat sampai ke rumah Solihah.
Penulis pun langsung keluar dari ruangan tempat Solihah mengajar, yang hanya beratapkan seng dan mengandalkan penerangan cahaya matahari. Sesaat kemudian suara anak-anak mengaji mulai terdengar dari dalam rumah itu. Satu persatu, murid Solihah terus berdatangan dan memenuhi ruangan yang sangat sederhana itu. Ada yang diantar orang tuanya dan ada juga yang datang sendiri. Mereka bergantian mengaji, sesuai dengan urutan kedatangan. Yang pertama datang dialah yang duluan belajar mengaji. Sementara yang telah selesai mengaji langsung pulang.
‘’Kalau belajar ngajinya tidak lama. Tapi antrinya yang lama. Jika siang biasanya lebih ramai lagi. Sebab anak kelas 4-6 SD bahkan SMP sudah pulang semua,’’kata Mugini, salah seorang orang tua murid yang sedang menunggu anaknya mengaji.
Ibu muda yang tinggal di RT 05, Kelurahan Sungai Putri ini mengaku sangat takut kehilangan Solihah. ‘’Kalau ibu (Solihah,red) tidak ada lagi, nanti siapa yang akan menggantikannya,’’ungkap ibu-ibu yang berbincang-bincang sambil menunggu anaknya yang sedang mengaji.
Satu jam kemudian, suasana kembali lengang. Koran ini pun kembali menghampiri Solihah, yang duduk didepan rehal (bangku kecil) untuk meletakkan Qu’an.
Berapa jumlah murid ibu sekarang, tanya penulis?. ‘’Yah, sekitar 80-an. Mereka rata-rata warga sekitar sini lah. Tapi ada juga yang dari Broni, Waskita, Putra, Printis dan sebagainya,’’jawab ibu bertubuh mungil, sembari mengulum senyum dan menutup mulutnya.
Lantas sejak kapan mengajar ngaji ?. ‘’Saya mengajar ngaji sejak tahun 1973, sebelum Uly (anaknya nomor 3,red) lahir. Saat itu di Ampera, Broni. Tapi tidak lama. Kemudian pindah kesini, dan ngajar ngaji lagi sampai sekarang. Jika dihitung sampai sekarang sudah hampir 35 tahun,’’papar Solihah.
Belum lama berbincang, anak-anak murid Solihah kembali berdatangan. Sementara jam sudah menunjukan pukul 11.30 WIB. Sama dengan yang sebelumnya. Mereka berlarian masuk dan berebut mencari tempat duduk, agar bisa duluan mengaji.
Penulis kembali keluar ruangan. Tidak beberapa lama, keluar seorang ibu muda berjilbab, dari dalam rumah bersama dua orang anaknya sambil membawa sepiring nasi. Dia adalah Ulyarti, STP, anak ketiga Solihah, yang berusia sekitar 34 tahun.
Tanpa ragu, koran ini mencoba mendekati Uly, untuk sekedar berbincang-bincang. Menurut Uly, ibunya Solihah sangatlah penyabar. Meski demikian ia juga tegas dalam mendidik anaknya. ‘’Saya sendiri belum tentu bisa sesabar ibu (Solihah,red). Dia benar-benar sabar. Tapi terhadap anaknya dia tegas. Terutama soal pendidikan dan agama,’’kata alumni IPB ini.
Uly yang menamatkan SMA-nya di Pearson Colage Kanada ini, mengaku bingung dengan ibunya sendiri. Maklum saja karena, ibunya merupakan istri pertama dari Mr H Kms Husin Syafi’i. Ayahnya Husin Syafi’i, memiliki tiga orang istri. ‘’Saya tidak tahu, yang jelas ibu tuh orang nya sangat sabar sekali. Di Kanada saya sekolah dibiayai oleh pemerintah Kanada itupun atas permintaan pemerintah Indonesia, sebagai pertukaran pelajar,’’imbuhnya.
Sementara kakaknya yang paling sulung Tedja Kaswari, menyelesaikan S2 dan S3-nya di Jerman dan Belanda. ”Yah dapat beasiswa juga,”sebut Uly.
Solihah, yang ditanya koran ini soal biaya sekolah anaknya, memilih diam. ‘’Rezeki itu dari Allah. Saya hanya mengamalkan doa yang diajarkan suami dan bapak (orang tua,red). Saat anak saya Uly berangkat ke Kanada, dananya nol,’’pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar